Dhammacakkappavattana Sutta SN 56.11

Dhammacakkappavattana Sutta 

(Sutta Menggerakkan Roda Dhamma)

Samyutta Nikaya 56.11

Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Baraṇasi di Taman Rusa di Isipatana. Di sana Sang Bhagavā berbicara kepada para bhikkhu dari kelompok lima sebagai berikut:
Ekaṃ samayaṃ bhagavā bārāṇasiyaṃ viharati isipatane migadāye. Tatra kho bhagavā pañcavaggiye bhikkhū āmantesi:

“Para bhikkhu, kedua ekstrim ini tidak boleh diikuti oleh seseorang yang telah meninggalkan kehidupan tanpa rumah. Apa dua? Pengejaran kesenangan indria, yang rendah, vulgar, jalan duniawi, tercela, tidak bermanfaat; dan Pengejaran penyiksaan diri, yang menderita, tidak mulia, tidak bermanfaat. Tanpa memilih ke salah satu dari ekstrem ini, Tathagata telah sadar/bangun oleh jalan tengah, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun ke kedamaian, ke pengetahuan langsung, ke pencerahan, ke Nibbāna.
“Dveme, bhikkhave, antā pabbajitena na sevitabbā. Katame dve? Yo cāyaṃ kāmesu kāmasukhallikānuyogo hīno gammo pothujjaniko anariyo anatthasaṃhito, yo cāyaṃ attakilamathānuyogo dukkho anariyo anatthasaṃhito. Ete kho, bhikkhave, ubho ante anupagamma majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṃvattati.

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan tengah yang menyadarkan/bangunkan Tathagata, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun ke kedamaian, ke pengetahuan langsung, ke pencerahan, yang menuntun ke Nibbāna? Ini adalah Jalan Ariya Berunsur Delapan; yaitu, Pandangan yang harmonis, Pola pikir yang harmonis, Ucapan yang harmonis, Perbuatan yang harmonis, Cara hidup yang harmonis, Pelatihan yang harmonis, Perhatian yang harmonis, Keseimbangan yang harmonis. Ini, para bhikkhu, adalah jalan tengah yang menyadarkan/bangunkan Tathagata, yang memunculkan penglihatan, yang memunculkan pengetahuan, yang menuntun ke kedamaian, pengetahuan langsung, pencerahan, ke Nibbāna.
Katamā ca sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṃvattati? Ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo, seyyathidaṃ—sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo sammāvācā sammākammanto sammāājīvo sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi. Ayaṃ kho sā, bhikkhave, majjhimā paṭipadā tathāgatena abhisambuddhā cakkhukaraṇī ñāṇakaraṇī upasamāya abhiññāya sambodhāya nibbānāya saṃvattati.

“Inilah, para bhikkhu, kebenaran mulia tentang penderitaan/tekanan: kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan, penyakit adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan; bersatu dengan apa yang tidak menyenangkan adalah penderitaan; terpisah dari apa yang menyenangkan adalah penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan; singkatnya, personalisasi lima kelompok unsur kehidupan adalah penderitaan.
Idaṃ kho pana, bhikkhave, dukkhaṃ ariyasaccaṃ—jātipi dukkhā, jarāpi dukkhā, byādhipi dukkho, maraṇampi dukkhaṃ, appiyehi sampayogo dukkho, piyehi vippayogo dukkho, yampicchaṃ na labhati tampi dukkhaṃ—saṃkhittena pañcupādānakkhandhā dukkhā.

“Inilah, para bhikkhu, kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan: reaksi emosi inilah yang mengarah pada kehidupan yang berulang lagi, disertai dengan kesenangan dan nafsu, mencari kesenangan di sana-sini; yaitu, reaksi emosi akan kesenangan indria, reaksi emosi akan kehidupan (netral), keinginan untuk penolakan kehidupan.
Idaṃ kho pana, bhikkhave, dukkhasamudayaṃ ariyasaccaṃ—yāyaṃ taṇhā ponobbhavikā nandirāgasahagatā tatratatrābhinandinī, seyyathidaṃ—kāmataṇhā, bhavataṇhā, vibhavataṇhā.

“Inilah, para bhikkhu, kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan: ini adalah lenyapnya dan lenyapnya reaksi emosi yang sama tanpa sisa, penyerahan dan pelepasan emosi keinginan, bebas darinya, tidak bergantung padanya.
Idaṃ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhaṃ ariyasaccaṃ—yo tassāyeva taṇhāya asesavirāganirodho cāgo paṭinissaggo mutti anālayo.

“Inilah, para bhikkhu, kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan: ini adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, Pandangan yang harmonis, Pola pikir yang harmonis, Ucapan yang harmonis, Perbuatan yang harmonis, Cara hidup yang harmonis, Pelatihan yang harmonis, Perhatian yang harmonis, Keseimbangan yang harmonis.
Idaṃ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṃ—ayameva ariyo aṭṭhaṅgiko maggo, seyyathidaṃ—sammādiṭṭhi sammāsaṅkappo sammāvācā sammākammanto sammāājīvo sammāvāyāmo sammāsati sammāsamādhi.

“'Inilah kebenaran mulia tentang penderitaan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diri saya penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
Idaṃ dukkhaṃ ariyasaccan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Kebenaran mulia tentang penderitaan ini akan dipahami sepenuhnya': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhaṃ ariyasaccaṃ pariññeyyan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Kebenaran mulia tentang penderitaan ini telah dipahami sepenuhnya': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhaṃ ariyasaccaṃ pariññātan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Inilah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
Idaṃ dukkhasamudayaṃ ariyasaccan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi. 

“'Kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini akan dilepaskan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhasamudayaṃ ariyasaccaṃ pahātabban’ti me, bhikkhave, ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi. 

“'Kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan ini telah dilepaskan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhasamudayaṃ ariyasaccaṃ pahīnan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Inilah kebenaran mulia dari lenyapnya penderitaan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
Idaṃ dukkhanirodhaṃ ariyasaccan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi. 

“'Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan ini akan disadari sepenuhnya': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhanirodhaṃ ariyasaccaṃ sacchikātabban’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Kebenaran mulia lenyapnya penderitaan ini telah disadari sepenuhnya': demikianlah, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhanirodhaṃ ariyasaccaṃ sacchikatan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Inilah kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pemahaman sejati, dan cahaya.
Idaṃ dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi. 

“'Kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan ini akan dikembangkan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṃ bhāvetabban’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“'Kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan ini telah dikembangkan': demikian, para bhikkhu, sehubungan dengan hal-hal yang belum pernah terdengar sebelumnya, muncullah dalam diriku penglihatan, pengetahuan, kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.
‘Taṃ kho panidaṃ dukkhanirodhagāminī paṭipadā ariyasaccaṃ bhāvitan’ti me, bhikkhave, pubbe ananussutesu dhammesu cakkhuṃ udapādi, ñāṇaṃ udapādi, paññā udapādi, vijjā udapādi, āloko udapādi.

“Para Bhikkhu, selama pengetahuan dan penglihatan saya tentang Empat Kebenaran Mulia ini seperti saya pahami mereka dalam 3 fase dan 12 aspek tidak sepenuhnya dimurnikan dengan cara ini, saya tidak mengklaim telah terbangun menuju pencerahan sempurna yang tak tertandingi di dunia ini dengan para dewa, Mara, dan Brahmanya, dalam generasi ini bersama para petapa dan brahmana, para dewa dan manusia.
Yāvakīvañca me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu evaṃ tiparivaṭṭaṃ dvādasākāraṃ yathābhūtaṃ ñāṇadassanaṃ na suvisuddhaṃ ahosi, neva tāvāhaṃ, bhikkhave, sadevake loke samārake sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya ‘anuttaraṃ sammāsambodhiṃ abhisambuddho’ti paccaññāsiṃ.

Tetapi, para Bhikkhu, ketika pengetahuan dan penglihatan saya tentang Empat Kebenaran Mulia ini seperti saya pahami mereka dalam 3 fase dan 12 aspek yang dimurnikan secara menyeluruh dengan cara ini, maka saya mengklaim telah terbangun menuju pencerahan sempurna yang tak tertandingi di dunia ini bersama para dewa, Mara, dan Brahma, dalam generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para dewa dan manusia. 
Yato ca kho me, bhikkhave, imesu catūsu ariyasaccesu evaṃ tiparivaṭṭaṃ dvādasākāraṃ yathābhūtaṃ ñāṇadassanaṃ suvisuddhaṃ ahosi, athāhaṃ, bhikkhave, sadevake loke samārake sabrahmake sassamaṇabrāhmaṇiyā pajāya sadevamanussāya ‘anuttaraṃ sammāsambodhiṃ abhisambuddho’ti paccaññāsiṃ.

Pengetahuan dan penglihatan muncul dalam diri saya: ‘Tak tergoyahkan adalah pembebasan pikiran saya. Ini adalah kelahiran terakhir saya. Sekarang tidak ada lagi kelanjutan eksistensi'"
Ñāṇañca pana me dassanaṃ udapādi: ‘akuppā me vimutti, ayamantimā jāti, natthi dāni punabbhavo’”ti.

Inilah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Bahagia, para bhikkhu dari kelompok lima bahagia dengan pernyataan Yang Terberkahi.
Idamavoca bhagavā. Attamanā pañcavaggiyā bhikkhū bhagavato bhāsitaṃ abhinandunti.

Dan ketika khotbah ini dilanturkan, muncullah dalam Yang Mulia Kondañña penglihatan Dhamma yang bebas debu dan tanpa noda: “Sesuatu yang muncul disebabkan karena kondisi, sesuatu yang lenyap disebabkan karena kondisinya telah lenyap.”
Imasmiñca pana veyyākaraṇasmiṃ bhaññamāne āyasmato koṇḍaññassa virajaṃ vītamalaṃ dhammacakkhuṃ udapādi: “yaṃ kiñci samudayadhammaṃ sabbaṃ taṃ nirodhadhamman”ti.

Dan ketika Roda Dhamma telah digerakkan oleh Sang Bhagavā, para dewa penghuni bumi berseru dengan tangisan: “Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Pavattite ca pana bhagavatā dhammacakke bhummā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.

Setelah mendengar tangisan para dewa penghuni bumi, para dewa dari alam Empat Raja Agung berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Bhummānaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā cātumahārājikā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti. 

Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Empat Raja Agung, para dewa dari alam Tavatimsa berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Cātumahārājikānaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā tāvatiṃsā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti. 

Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Tavatimsa, para dewa dari alam Yama berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Tāvatiṃsānaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā yāmā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.

Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Yama, para dewa dari alam Tusita berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Yāmānaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā tusitā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.
 
Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Tusita, para dewa dari alam Nimmanarati berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Tusitānaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā nimmānaratī devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.

Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Nimmanarati, para dewa dari alam Paranimmitavasavatti berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Nimmānaratīnaṃ devānaṃ saddaṃ sutvā paranimmitavasavattī devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ, appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.

Setelah mendengar tangisan para dewa dari alam Paranimmitavasavatti, para dewa dari kelompok Brahma berseru dengan tangisan: "Di Baraṇasi, di Taman Rusa di Isipatana, Roda Dhamma yang tak tertandingi ini telah digerakkan oleh Yang Terberkahi, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau Brahma atau oleh siapapun di dunia ini. ”
Paranimmitavasavattī devānaṃ saddaṃ sutvā brahmakāyikā devā saddamanussāvesuṃ: “etaṃ bhagavatā bārāṇasiyaṃ isipatane migadāye anuttaraṃ dhammacakkaṃ pavattitaṃ appaṭivattiyaṃ samaṇena vā brāhmaṇena vā devena vā mārena vā brahmunā vā kenaci vā lokasmin”ti.

Jadi pada saat itu, pada detik itu, seruan menyebar hingga ke dunia brahma, dan sistem sepuluh ribu kali lipat dunia ini berguncang, bergempa, dan bergetar, dan pancaran kemuliaan yang tak terukur muncul di dunia melampaui keagungan cahaya para dewa.
Itiha tena khaṇena tena layena tena muhuttena yāva brahmalokā saddo abbhuggacchi. Ayañca dasasahassilokadhātu saṅkampi sampakampi sampavedhi, appamāṇo ca uḷāro obhāso loke pāturahosi atikkamma devānaṃ devānubhāvanti.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan ucapan terilhami ini: “Koṇḍañña telah benar-benar mengerti! Koṇḍañña memang mengerti! ” Dengan cara ini Yang Mulia Koṇḍaña memperoleh nama “Añña Koṇḍañña — Koṇḍañña Seorang Yang Telah Mengerti.”
Atha kho bhagavā imaṃ udānaṃ udānesi: “aññāsi vata bho, koṇḍañño, aññāsi vata bho, koṇḍañño”ti.
Iti hidaṃ āyasmato koṇḍaññassa “aññāsikoṇḍañño” tveva nāmaṃ ahosīti.

Paṭhamaṃ.

Note:
- Dukkha = penderitaan/ stress/ tekanan
- Tanha = reaksi emosi

Source: Suttacentral

Postingan populer dari blog ini

Nalanda Sutta | Sutta di Nalanda SN 47.12

Anattalakkhana Sutta | Sutta Tentang Karakter Anatta SN 22.59

Vibhanga Sutta | Sutta tentang Analisis dari Jalan Ariya Unsur Delapan SN 45.8